Marquee

Blog ini merupakan sebuah catatan penulis untuk mengumpulkan informasi untuk bekal kehidupan penulis dan ajang bagi generasi muda Desa Kwarakan, Kec Kaloran, Kab Temanggung menambah wawasan dalam hal ilmu pengetahuan dan tehnologi ☼ Mohon maaf apabila ada konten yang kurang berkenan dihati anda ☼ Silahkan kunjungi kami juga di Kwarakan.com ☼ Bagi anda pemuda / pemudi desa kwarakan silahkan bergabung di grup facebook Badak sakti part 2 ☼ Untuk mengenal lebih lanjut profil Desa kami silahkan klik ☼ BUAH KEPELPROFIL DESA KWARAKANKAPULAGAKLENGKENG ANDALAN DESAKUPANILI EMAS HIJAU YANG TERABAIKAN SENGONBERANDA ☼ Mendengarkan / Melihat / unduh Pengajian silahkan klik ► CERAMAH / Pengajian ☼ Membaca AL QURAN silahkan klik ► AL QUR'AN ☼ Membaca contents - contents islam silahkan klik ► CONTENT ISLAM

Sabtu, 28 Januari 2012

Syarat Dalam Money Changer

Dalam penukaran mata uang, ada aturan khusus yang perlu diperhatikan. Jika tidak memperhatikan hal ini, seseorang akan terjerumus dalam ribaBerilmulah sebelum beramal.
Mata Uang Mengganti Emas dan Perak
Sudah diketahui bahwa mata uang kertas saat ini sudah menjadi sesuatu yang berharga dan menggantikan posisi emas dan perak dalam transaksi. Uang kertas lebih mudah disimpan dan dibawa. Namun perlu dipahami bahwa nilai uang kertas tersebut tidaklah dilihat dari bendanya itu sendiri, namun dilihat dari nominal yang bukan bagian dari benda itu sendiri.
Majelis Al Majma’ Al Fiqhi menyatakan bahwa uang kertas ada berbagai macam, tergantung pada mata uang yang dikeluarkan oleh tiap-tiap negara. Ada yang memakai mata uang junaih, riyal, dan dolar. Dan pada mata uang ini berlaku hukum riba[demikian nukilannya]. Sama halnya dengan emas dan perak yang berlaku padanya hukum riba.
Aturan dalam Penukaran (Barter) Barang Ribawi
Perhatikan hadits-hadits berikut yang menjelaskan cara barter emas dan perak di mana kedua barang ini termasuk komoditi ribawi.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat.
Dari enam komoditi ribawi dapat kita kelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama adalah emas dan perak. Sedangkan kelompok kedua adalah empat komoditi lainnya (kurma, gandum, sya’ir dan garam).
Jika sesama jenis komoditi di atas dibarter -misalnya adalah emas dan emas- maka di sini harus terpenuhi dua syarat, yaitu kontan dan timbangannya harus sama. Jika syarat ini tidak terpenuhi dan kelebihan timbangan atau takaran ketika barter, maka ini masuk riba fadhl.
Jika komoditi di atas berbeda jenis dibarter, namun masih dalam satu kelompok -misalnya adalah emas dan perak atau kurma dan gandum- maka di sini hanya harus terpenuhi satu syarat, yaitu kontan, sedangkan timbangan atau takaran boleh berbeda. Jadi, jika beda jenis itu dibarter, maka boleh ada kelebihan timbangan atau takaran –misalnya boleh menukar emas 2 gram dengan perak 5 gram-. Maka pada point kedua ini berlaku riba nasi’ah jika ada penundaan ketika barter dan tidak terjadi riba fadhl.
Jika komoditi tadi berbeda jenis dan juga kelompok dibarter –misalnya emas dan kurma-, maka di sini tidak ada syarat, boleh tidak kontan dan boleh berbeda timbangan atau takaran.
Masalah Money Changer
Aturan yang berlaku di atas, dapat kita terapkan dalam penukaran mata uang atau money changer.
  1. Jika mata uang sejenis, semisal 10.000 rupiah ingin ditukar dengan pecahan 1000 rupiah, maka ada dua syarat yang harus terpenuhi: (1) tunai, (2) jumlahnya sama. Tidak boleh pecahan 1000 rupiah dikurangi. Jika tidak memenuhi syarat tadi, maka terjerumus dalam riba. Karena dalam hadits disebutkan: … maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.
  2. Jika mata uang berbeda jenis, semisal 1000 riyal Saudi ingin ditukar dengan 2.500.000 rupiah, maka hanya satu syarat yang harus dipenuhi: tunai, tidak boleh ada yang diserahkan terlambat ketika akad. Karena dalam hadits disebutkan: …Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).
Sehingga dari sini tidak dibenarkan jika seseorang ingin mengirim uang riyal Saudi dan diterima dalam bentuk rupiah di Indonesia. Caranya uang riyal tersebut ketika ditransfer ditukar terlebih dahulu ke mata uang rupiah, lalu ditransfer ke Indonesia. Atau pihak pentransfer memberikan jaminan bahwa uangnya sudah ditukar sebelum ditransfer ke Indonesia. Demikian praktek dari salah bank syariah di Saudi Arabia, yaitu dengan penjaminan.
Ibnu Qudamah berkata, “Penukaran mata uang disyaratkan harus tunai dan diserahkan dalam satu majelis dan ini adalah syarat sah yang tidak ada khilaf di antara para ulama.”
Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama yang telah kami ketahui sepakat bahwa orang yang ingin menukarkan mata uang jika mereka berpisah sebelum penyerahan mata uang tersebut, maka akadnya fasid (tidak sah).”
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:
Akhtho-u Sya-i’ah fil Buyu’, Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, terbitan Darul Iman

@ Ummul Hamma, Riyadh, KSA, 5 Robi’ul Awwal 1433 H

Tidak ada komentar:

Entri Populer